Lahir tanpa tangan, Rais harus menerima kenyataan pahit yang ga pernah dia pilih. Belum cukup sampai di sini, Raispun tumbuh tanpa sentuhan Ayahnya yang meninggal sejak ia dalam kandungan. Rais hanya bisa melihat wajah ayahnya dari foto. Tak jarang, ia berziarah ke makam sang ayah untuk mengirimkan doa dan rasa rindu.
Hal-hal sederhana yang biasa kita lakukan setiap hari kayak makan, pakai baju, menulis buat Rais adalah perjuangan berat. Karena ga punya tangan, ia harus belajar melakukan semuanya dengan kakinya. Meski susah, Rais nggak pernah berhenti mencoba.
Dengan tekun, ia melatih kakinya untuk menulis, makan, bahkan membantu pekerjaan rumah. Setiap harinya, Rais membuktikan kalau keterbatasan bukan alasan untuk menyerah.
Satu mimpi terbesar Rais sederhana, dia ingin bisa mandiri, tanpa harus terus merepotkan orang lain. Tapi tanpa tangan, hampir mustahil mimpi itu bisa tercapai sepenuhnya. Dengan tangan palsu, Rais bisa menulis lebih mudah, makan sendiri, dan punya kesempatan yang lebih besar untuk meraih masa depan yang cerah. Tangan palsu bukan sekadar alat, tapi pintu menuju kehidupan baru yang lebih ia impikan.
Kita bisa bantu mewujudkan mimpi Rais. Yuk, jadi bagian dari langkah Rais menuju kemandirian.
Belum ada Fundraiser