Pagi- pagi Bu Halimah baru saja keluar gang, membawa kerupuk di tangannya. Tiba-tiba, seekor anjing mengejar dari belakang. Lututnya yang sejak lahir menjadi tumpuan langkah tak bisa membawanya lari cepat. “Deg, deg, deg…” jantungnya berpacu. Dagangan robek, kerupuk berceceran di jalan. Sambil menahan rasa panik dan napas yang memburu, ia pungut satu per satu kerupuk itu.
Bu Halimah, 41 tahun, terlahir dengan kelainan genetik di kaki. Dari lutut ke bawah, kakinya melengkung ke dalam. Ia berjalan dengan lutut yang dibalut kain dan busa tipis, digusur pelan di aspal setiap hari. Luka di kakinya sering berdarah dan terinfeksi. Tapi, rasa sakit itu tak pernah lebih besar dari pada rasa takut anak-anaknya kelaparan.
Hasil jualannya ga seberapa, cuma untung 10–15 ribu sehari. Uang itu biasanya habis untuk beli beras dan sebutir telur. Kalau ga cukup, ia memilih menahan lapar dan memakan kerupuk dagangannya sendiri. “Asal anak saya bisa makan nasi sama telur, saya nggak apa-apa cuma makan kerupuk,” ucapnya lirih.
Di tengah semua kesulitan itu, satu kalimat terus menguatkannya: “Anak saya harus makan.” Tidak ada sakit, tidak ada rasa takut, yang bisa menghentikan langkah seorang ibu yang berjuang untuk keluarganya. Jadi, ia kembali berkeliling. Dengan setiap langkah yang diseret, setiap nafas yang tertahan, ia membuktikan cinta seorang ibu adalah kekuatan yang tak akan runtuh.
Kerabat Peduli, kita bisa menjadi bagian dari kekuatan Bu Halimah, yuk bantu Bu Halimah punya usaha yang lebih aman, nyaman, dan ga ada rasa takut. Sedikit bantuan dari kita, adalah langkah besar bagi masa depan anak-anaknya.
Belum ada Fundraiser