
”Ya Allah, aku ikhlas memikul opak ini sepanjang jalan, asal istriku bisa sembuh” ucap Abah Jajang dalam doanya
Tongkat bambu jadi penopang tubuh Abah Jajang yang renta agar tidak oleng saat memikul beban opak dagangannya. Di usia 80 tahun, ketika kebanyakan lansia seusianya sudah beristirahat di rumah, Abah masih harus melangkah pelan di jalanan, menyusuri pasar, sambil memikul opak dagangannya. Punggungnya bungkuk, napasnya berat, tapi langkah itu tetap ia jalani setiap hari.

Abah Jajang menjajakan opak seharga Rp5.000 kepada siapa saja yang ia temui. Namun sering kali, tak ada yang membeli. Saat tenaga mulai habis dan kakinya gemetar, Abah hanya bisa duduk di emperan kios, menahan lapar sambil berharap ada yang mau membeli opaknya. “Opak Abah masih banyak, soalnya Abah sering berhenti kalau kaki sudah kecapean,” ucap Abah dengan suara lirih.

Beban hidup itu bukan hanya untuk dirinya sendiri. Di rumah, sang istri tercinta terbaring lemah karena sakit asma, asam urat, dan darah tinggi. Abah Jajang hanya bisa berdoa, semoga opaknya cepat laku agar ia bisa membawa istrinya berobat. Harapan terbesarnya di masa tua ini sederhana bisa terus menemani istrinya, mencukupi kebutuhan makan sehari-hari, dan membawa sang istri mendapat pengobatan yang layak.

Dulu, puluhan tahun lamanya, Abah Jajang berjualan pisang dan singkong, memikul dagangan puluhan kilometer. Kini, tubuhnya sudah rapuh, punggungnya membungkuk, pundaknya tak lagi kuat menahan beban berat. Opak adalah satu-satunya dagangan yang masih bisa ia pikul. Meski sederhana, itu pun tetap jadi perjuangan berat bagi tubuh renta Abah.
Kerabat, mari kita ulurkan tangan untuk Abah Jajang. Dengan bantuan kita, Abah bisa membawa istri tercintanya berobat dan menjalani masa tua yang lebih layak.


Belum ada Fundraiser